Mencetak Jurnalis Muda yang bebas dan paham
oleh : @harumikARTini
Meski berbeda betah
bersama. Itulah penggalan keinginan dan keharusan setiap individu. Dan, seberapa paham jurnalis kita akan isu kebebasan dan
keberagaman? Bekal awal adalah batu loncatan bagus untuk menlahirkan reporter
yang handal dan peka serta peluli terhadap lingkungan terutama minoritas yang
tertindas.
b
Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) mengadakan workshop jurnalis kampus mengenai media dan keberagaman pada tanggal 14-16 September 2012, di Wisma Makara Universitas Indonesia. Event ini diikuti oleh 25 orang jurnalis kampus andalan yang di seleksi ketat oleh panitia. Menurut Direktur SEJUK Ahmad Junaidi, "Pembatasan peserta ini kami lakukan, untuk memaksimalkan penyerapan ilmu selama acara berlangsung dan semua peserta dapat berdiskusi aktif" tutur dosen yang juga menulis buku PORNO! Feminisme, Seksualitas, dan Pornografi di Media. Selama tiga hari workshop berlangsung jurnalis muda dibekali berbagai materi mengenai isu keberagaman dengan pembicara yang expert dibidangnya.
Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) mengadakan workshop jurnalis kampus mengenai media dan keberagaman pada tanggal 14-16 September 2012, di Wisma Makara Universitas Indonesia. Event ini diikuti oleh 25 orang jurnalis kampus andalan yang di seleksi ketat oleh panitia. Menurut Direktur SEJUK Ahmad Junaidi, "Pembatasan peserta ini kami lakukan, untuk memaksimalkan penyerapan ilmu selama acara berlangsung dan semua peserta dapat berdiskusi aktif" tutur dosen yang juga menulis buku PORNO! Feminisme, Seksualitas, dan Pornografi di Media. Selama tiga hari workshop berlangsung jurnalis muda dibekali berbagai materi mengenai isu keberagaman dengan pembicara yang expert dibidangnya.
Pada hari pertama (14/9)Rainer Erken dari Non
Government Organitation (NGO) Fur Die Frehieit yang menjadi pendukung workshop
tersebut memberikan speech, Usman
Kansong dari Media Indonesiadengan 24
halaman papernya juga memberikan materi tentang Media dan keberagaman dengan
sangat menarik. Hal ini terbukti dengan aktifnya para peserta yang diiantaranya
berasal dari Jabotabek,Banten, Bandung, Pati, Semarang, dan Yogyakarta.
Antusiasme juga hadir setelah panitia
menyuguhkan film Fang Ying karya
Hanung Bramantyo yang berkisah tentang kerusuhan pribumi yang menolak Warga
Indonesia Keturunan Mei ’98, Penekanan cerita pada kaum wanita Tiong Hoa yang
menjadi korban pemerkosaan.
Keberpihakan Jurnalis dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia pun
menjadi bahan hari kedua perbincangan hangat yang diangkat, Awigra yang concern pada NGO Human Rightsdan Dr.Ade Armando pakar komunikasi Universitas
Indonesia.Panduan memberitakan keberitakan keberagaman juga diberikan bukan
sekedar teori belaka. Seluruh peserta beserta empat orang panitia mengunjungi
Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin, Bogor. Jangka waktu yang sangat singkat
peserta mengamati lokasi sebelum akhirnya bertandang ke kediaman Bona
Sigalingging sebagai juru bicara GKI untuk mengeruk informasi dari kubu
minoritas yang terkekang haknya untuk bebas beribadah.
Hari terakhir workshop berlangsung dengan lebih hidup lagi,
terpancar dari seluruh peserta sejurus sangat menghargai keberagaman. Materi
Feminisme dan LGBT (Lesbian-Gay-Interseksual-Transgender) yang di paparkan
panjang lebar oleh Ahmad Junaidi yang akrab di sapa Alex. Mengingat ada peserta
dari minoritas LGBT juga dan menjadi materi terakhir yang sangatmenarik,
sebelum para peserta yang sudah dibagi kelompoknya untuk presentasikan hasil
reportase dari kunjungan ke GKI Yasmin hari sebelumnya.
Hasil workshop ini menghasilkan tulisan-tulisan features yang menandaskan keberpihakan
dan mengedepan kan kebebasan. Pentingnya memahami keberagaman bagi seorang
jurnalis agar tidak berat sebelah dan menyadari akan kebebasan setiap invidu.