Senin, 17 September 2012


Mencetak Jurnalis Muda yang bebas dan paham
oleh : @harumikARTini

Meski berbeda betah bersama. Itulah penggalan keinginan dan keharusan setiap individu. Dan, seberapa paham jurnalis kita akan isu kebebasan dan keberagaman? Bekal awal adalah batu loncatan bagus untuk menlahirkan reporter yang handal dan peka serta peluli terhadap lingkungan terutama minoritas yang tertindas.   
b
Serikat Jurnalis untuk Keberagaman (SEJUK) mengadakan workshop jurnalis kampus mengenai media dan keberagaman pada tanggal 14-16 September 2012, di Wisma Makara Universitas Indonesia. Event ini diikuti oleh 25 orang jurnalis kampus andalan yang di seleksi ketat oleh panitia. Menurut Direktur SEJUK Ahmad Junaidi, "Pembatasan peserta ini kami lakukan, untuk memaksimalkan penyerapan ilmu selama acara berlangsung dan semua peserta dapat berdiskusi aktif" tutur dosen yang juga menulis buku PORNO! Feminisme, Seksualitas, dan Pornografi di Media. Selama tiga hari workshop berlangsung jurnalis muda dibekali berbagai materi mengenai isu keberagaman dengan pembicara yang expert dibidangnya. 
Pada hari pertama (14/9)Rainer Erken dari Non Government Organitation (NGO) Fur Die Frehieit yang menjadi pendukung workshop tersebut memberikan speech, Usman Kansong dari Media Indonesiadengan 24 halaman papernya juga memberikan materi tentang Media dan keberagaman dengan sangat menarik. Hal ini terbukti dengan aktifnya para peserta yang diiantaranya berasal dari Jabotabek,Banten, Bandung, Pati, Semarang, dan Yogyakarta.
Antusiasme juga hadir setelah panitia menyuguhkan film Fang Ying karya Hanung Bramantyo yang berkisah tentang kerusuhan pribumi yang menolak Warga Indonesia Keturunan Mei ’98, Penekanan cerita pada kaum wanita Tiong Hoa yang menjadi korban pemerkosaan.
Keberpihakan Jurnalis dalam pelanggaran Hak Asasi Manusia pun menjadi bahan hari kedua perbincangan hangat yang diangkat, Awigra yang concern pada NGO Human Rightsdan Dr.Ade Armando pakar komunikasi Universitas Indonesia.Panduan memberitakan keberitakan keberagaman juga diberikan bukan sekedar teori belaka. Seluruh peserta beserta empat orang panitia mengunjungi Gereja Kristen Indonesia (GKI) Yasmin, Bogor. Jangka waktu yang sangat singkat peserta mengamati lokasi sebelum akhirnya bertandang ke kediaman Bona Sigalingging sebagai juru bicara GKI untuk mengeruk informasi dari kubu minoritas yang terkekang haknya untuk bebas beribadah.
Hari terakhir workshop berlangsung dengan lebih hidup lagi, terpancar dari seluruh peserta sejurus sangat menghargai keberagaman. Materi Feminisme dan LGBT (Lesbian-Gay-Interseksual-Transgender) yang di paparkan panjang lebar oleh Ahmad Junaidi yang akrab di sapa Alex. Mengingat ada peserta dari minoritas LGBT juga dan menjadi materi terakhir yang sangatmenarik, sebelum para peserta yang sudah dibagi kelompoknya untuk presentasikan hasil reportase dari kunjungan ke GKI Yasmin hari sebelumnya.
Hasil workshop ini menghasilkan tulisan-tulisan features yang menandaskan keberpihakan dan mengedepan kan kebebasan. Pentingnya memahami keberagaman bagi seorang jurnalis agar tidak berat sebelah dan menyadari akan kebebasan setiap invidu.